Friday, 9 November 2012

Calon Arang dalam Tradisi Lisan

Dalam tradisi lisan, perkembangan Calon Arang tidak dapat dipisahkan dengan tradisi tulis. Tradisi lisan berkembang bersamaan dengan tradisi tulis dalam kebudayaan Bali, yakni sejalan dengan dinamika masyarakatnya, bahkan dilihat dari segi isi dan media yang dipakainya bertumpang tindih. Dalam tradisi lisan, Calon Arang ditemukan pada teks-teks satua yang bersifat magis. Misalnya, satua barong, rangda, leak, rarung dan satua magis lainnya (dong geleh, durga, tonya, memedi). Disamping itu, Calon Arang digunakan secara lisan sebagai lakon pertunjukan pewayangan dan drama tari.
Selain itu, kebanyakan tradisi lisan Calon Arang erat kaitannya dengan seni pertunjukan di Bali, seperti lakon arja (drama tari) Calon Arang, Katundung Ratna Manggali, Kautus Baradah, Siat Bradah-Calon Arang ring Setra, dan Kautus Rarung. Tokoh utama Rangda di Bali diperankan oleh Matah Gede yang pada bagian akhir cerita berubah menjadi rangda.

Pertunjukan lakon Calon Arang banyak berkembang di Bali, terutama di desa-desa yang memiliki barong dan rangda yang disebut due pura. Misalnya, dramatari Calon Arang di Pentih Sukawati, Batuan, Bangli, Tampak Gangsul, pura di Jalan Diponegoro, Denpasar (8 November 2006), dan lain-lain.


Di samping itu, pada tahun 1997 pernah dilakukan festival wayang Calon Arang se-Bali. Ketika itu tampil (yang diawali dengan diskusi) dalang senior sebagai model, yaitu dalang Ida Bagus Baskara dari Buduk, yakni sekitar tahun 1960-an telah mementaskan lakon Calon Arang dengan tema rwa bineda (dua aspek negatif/buruk-positif/baik) dan proses pencarian darma oleh Calon Arang. Selain itu, pelepasan (pencarian bobot keimanan tertinggi) menjadi tema pertunjukan waktu itu.


Dalam pementasan yang lebih luas dan mendasar Calon Arang digunakan dalam tema PKB (Pesta Kesenian Bali Tahun 1998 dengan segala aktivitasnya yang bersumber dari teks Calon Arang). Kegiatan yang bersumber dari cerita Calon Arang) tersebut, yakni meliputi : serasehan (seminar), pertunjukan tari (dramatari), sastra daerah, lukis, pawai, dan lain-lain.


Wayang kulit Calon Arang adalah salah satu jenis pertunjukan wayang yang dikenal di Bali dengan tokoh Walu Nateng Girah (Rangdeng Dirah). Dalam hal ini disebut pertunjukan wayang Calon Arang karena mengambil tema Calon Arang yang sangat terkenal di Bali. Salah satu penyebab mengapa pementasan wayang Calon Arang pernah mengalami penurunan frekuensi pementasannya, yakni diakibatkan oleh adanya pemahaman yang berbeda terhadap esensi teks, yang sesungguhnya bertemakan rwa-bineda dan pendakian darma (kelepasan). Namun, disimpangkan ke arah yang lebih menonjolkan aspek magis dan dalam pementasannya disebut ngundang-undang (memanggil-manggil) seseorang, yakni dengan mengatakan bahwa orang itu pandai ngeleak dan kalau berani datang kemari dekat dengan dalang untuk berperang. Siapakah sesungguhnya yang lebih sakti, yang menang memakan yang kalah. Jangan hanya berani dari jauh, tidak menampakkan diri, dan tiba-tiba lenyap dari tempatnya.


Dalam salah satu adegan, yakni ketika Calon Arang menyebutkan kekuatan ilmunya (niscaya lingga). Hal ini membuat penonton ”agak ketakutan” karena munculnya adegan magis, yakni berupa pemotongan babi guling yang belum dikebiri (celeng butuhan). Ini merupakan salah satu adegan magis, karena Calon Arang yang diasosiasikan dengan rangda, leak dalam adegan memakan makanan kesukaannya sehingga jelas menunjukkan adegan yang membuat penonton agak berdebar-debar. Adegan-adegan di atas sering memunculkan sikap yang bersifat arogan sang dalang tidak jarang sikap ini ditanggapi negatif oleh masyarakatnya hingga sering menimbulkan konflik (kesenjangan) di dalam masyarakat.


Alur cerita biasanya dimulai dengan adegan pengertian rahasia yang dilakukan oleh Calon Arang (Randeng Girah) yang membuat banyak rakyat, terutama di daerah pinggiran, sekarang ia menolong menguburkan mayat, besoknya ia sendiri mati. Akibatnya para mentri, patih meminta pertolongan caturbuja, yaitu sebuah upacara untuk menanggulangi bencana, yakni dengan menjalankan praktik-praktik darma.


Akhirnya diketahui penyebab penyakit, yakni Rangdeng Dirah dan murid-muridnya menari di kuburan. Akibatnya, negeri menjadi panas, sakit, dan gering. Setelah jelas diketahui penyebab penyakit, maka Mpu Bahula melamar Ratna Mangali putri Calon Arang. Permintaan itu dipenuhi, sehingga usaha Mpu Bahula berhasil mendapatkan lepiakara (ilmu utama) yang dimiliki Calon Arang kemudian menyerahkan kepada Mpu Baradah.


Calon Arang meminta supaya diruwat, tetapi Mpu Baradah menolaknya. Selanjutnya terjadilah perang rahasia dengan ucapan-ucapan suci (mantra) Om dasaksara, bayu, sabda, idep. Calon Arang mati, tetapi dihidupkan kembali (pengurip-urip, sang Hyang Kaja Premana ring sariranta). Calon Arang diruwat dan akhirnya mencapai moksah. Hal ini yang menyebabkan wayang Calon Arang digunakan untuk ruwatan.

0 komentar:

Post a Comment